Halo, Teman Peduli. Mari, berkenalan dengan Oktaviani Hadi Syahroni.

Selama 12 tahun, Okta hanya bisa tergolek lemas di tempat tidur. Pasalnya, gadis asal Ujungberung, Bandung, ini mengidap penyakit epilepsi.

Kondisi kelumpuhan yang dialami Okta sudah terjadi sejak ia berusia tiga bulan. Namun, keluarga Okta tidak mengetahui nama penyakit yang diderita sang anak.

Hingga ketika Okta berusia dua tahun, ia mengalami demam tinggi. Orang tua Okta membawanya ke dokter. Saat itulah, Okta diketahui mengidap penyakit epilepsi.

Sejak saat itu, orang tua Okta hanya bisa melihat tubuh buah hatinya terus berbaring. Pertumbuhannya terhambat, sehingga Okta bergantung penuh kepada kedua orang tuanya dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Apa Itu Epilepsi?

Teman Peduli sudah tahu belum, apa itu epilepsi?

Mengutip Klikdokter, epilepsi adalah penyakit yang mengganggu sistem saraf pusat, sehingga membuat aktivitas otak menjadi abnormal. Akibatnya, penderita mengalami kejang, berperilaku abnormal, hingga hilang kesadaran.

Gejala kejang pun bervariasi. Ada penderita epilepsi yang terus memperlihatkan tatapan kosong saat kejang selama beberapa detik. Ada pula yang kedua tangan atau kakinya menyentak tiba-tiba.

ilustrasi epilepsi

Ilustrasi epilepsi. (Sumber: Freepik)

Diagnosis epilepsi ditegakkan ketika seseorang mengalami minimal dua kali kejang tanpa penyebab jelas. Ini berbeda dengan kejang biasa yang disebabkan cara kerja sel-sel saraf yang melebihi batas normal dan sukar dikontrol. Penyebab epilepsi adalah gangguan pada otak yang tidak bisa diketahui tanpa pemeriksaan dokter.

Penyakit epilepsi tidak dapat sembuh total. Penderitanya akan bersama penyakit ini seumur hidup, tetapi pengobatan dan perawatan intensif dapat dilakukan untuk menghambat terjadinya kejang berulang.

Namun, hasil pengobatan penderita epilepsi bisa jadi berbeda. Ada yang cukup minum satu jenis obat anti epilepsi, ada juga yang harus mengkonsumsi beberapa jenis obat. Untuk mengetahui pengobatan yang paling tepat, dokter akan memeriksa kondisi pasien secara menyeluruh, seperti usia, frekuensi kejang, dan faktor pendukung lain.

Oleh karena itu, seorang penderita epilepsi harus rutin melakukan pengobatan guna mengurangi gejala-gejala yang bisa kambuh kapan saja. Namun, Okta tidak seberuntung itu. Ia justru kesulitan melanjutkan pengobatannya karena berbagai faktor.

Baca Juga: Jalani Pengobatan ALL Leukemia, Yuk Semangati Nina agar Bisa Sekolah Lagi

Kepergian Sang Ayah

Usai dibawa ke dokter, Okta harus menjalankan serangkaian terapi. Sayangnya, empat tahun terapi tidak membuahkan hasil manis. Bahkan, saat terapi, kaki Okta pernah patah dan sulit untuk cepat pulih.

Ketika berusia lima tahun, Okta tidak mampu meneruskan terapi pengobatannya. Ia harus menelan pil pahit karena sang ayah yang rajin mendampinginya saat terapi dipanggil Tuhan. 

Kehidupan Okta pun semakin sulit. Sang ibu terpaksa menitipkan Okta pada Nenek Uka, neneknya, agar bisa bekerja serabutan di kota lain.

Hasil kiriman ibu Okta hanya cukup untuk makan sehari-hari. Namun, penghasilan tersebut tidak bisa mencukupi biaya berobat dan transportasi Okta.

Nenek Uka ikut turun tangan mengumpulkan uang dengan menjadi buruh cuci di sekitar rumah. Meski sudah renta, Nenek Uka rela bekerja keras untuk membantu Okta kembali berobat.

Kondisi Okta Saat Ini

Okta penderita penyakit epilepsi

Okta terbaring lemah karena mengidap penyakit epilepsi. (Dok. Salingberbagi.org)

Sudah tujuh tahun Nenek Uka mencurahkan kasih sayangnya kepada sang cucu, mulai dari memandikan, memberinya makan, hingga membantu Okta minum obat. Namun, keadaan Okta belum kunjung membaik.

Bahkan, dua tahun terakhir, ada selang yang dipasang ke dalam hidung Okta sebagai alat bantu makan dan minum. Selang ini juga harus diganti secara berkala supaya kebersihan makanan yang masuk ke tubuh Okta tetap terjaga.

Kini, Okta menghabiskan hari-harinya dengan terbaring lemas di tempat tidur. Penyakit epilepsi yang menggerogoti tubuh gadis kecil itu membuat ia lumpuh.

Okta juga tidak mampu merespons pembicaraan atau berinteraksi seperti anak seusianya. Jika diajak berbicara, ia cuma bisa tersenyum lemah.

Saat ini, Nenek Uka hanya ingin melihat Okta sembuh. Ia masih mengharapkan keajaiban Tuhan bagi sang cucu untuk dapat berbicara dan berjalan.

Namun, membawa Okta kembali menjalani pengobatan adalah sebuah perjuangan bagi Nenek Uka dan Ibu Okta. Walaupun biaya penanganan medis Okta ditanggung BPJS, hal ini tidak berlaku untuk biaya transportasi dan akomodasi.

Belum lagi urusan pemenuhan nutrisi Okta. Dokter meminta Okta diberi cukup nutrisi untuk mendukung pertumbuhan dirinya yang sangat lambat, seperti madu, susu, vitamin, dan buah-buahan. Selang makanan Okta juga harus diganti secara berkala, sehingga membutuhkan tambahan biaya.

Keterbatasan finansial membuat Nenek Uka tidak mampu membelikan semua kebutuhan dasar Okta. Lalu, dari mana Nenek Uka mendapatkan uang jika Okta harus kembali rutin berobat?

Baca Juga: Perjuangkan Pengobatan Pasien Anak Kaum Dhuafa, Simak Cerita Yayasan Pasien Anak Indonesia

Beri Okta Harapan Sembuh dari Penyakit Epilepsi

Okta mengidap penyakit epilepsi

Okta membutuhkan bantuan Teman Peduli untuk mengobati penyakit epilepsi. (Dok. Salingberbagi.org)

Hati siapa yang tidak tersayat melihat kondisi Okta, apalagi pengorbanan Nenek Uka begitu besar dalam merawat cucu kesayangannya ini. 

Harapan Nenek Uka sederhana: Okta bisa kembali menjalani pengobatan agar kondisi kesehatannya kembali stabil.

Yuk, bantu Okta sembuh dari penyakit epilepsi dengan menjalani pengobatan rutin lagi. Klik di sini untuk berdonasi bagi kesembuhan Okta.

Satu donasi darimu, satu langkah Okta menuju kesembuhan.

 

Baca Artikel Lainnya

Cerita Slamet Kardiman, Atlet Difabel Indonesia yang Berjuang dengan Keterbatasan

Kisah Hadi Tombro, Memajukan Pendidikan Anak di Papua Melalui Hobi Bersepeda

3 Pendekatan Unik Donasi via Ayobantu, Ada Aset Kripto

 

Referensi

https://www.klikdokter.com/penyakit/epilepsi

<a href=”https://www.freepik.com/vectors/epilepsy”>Epilepsy vector created by freepik – www.freepik.com</a>